Yogyakarta sebagai pusat kerajaan dan kebudayaan Jawa tetap eksis dan berkembang karena dukungan masyarakat. Tradisi tetap terpelihara dan dikembangkan sesuai dengan naluri, semangat dan kebutuhan pendukungnya serta dipengaruhi oleh perjalanan sejarah masyarakat tersebut. Sebagai usaha yang ada di kota ini dan bergerak dalam bidang kerajinan tradisional, Arts and Crafts Tjokrosuharto menyadari kedudukan dan peranan untuk meneruskan dan mengambangkan tradisi sesuai dengan perubahan yang terjadi. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan usaha ini mulai dari berdiri sampai sekarang dan untuk waktu-waktu mendatang. Pada waktu ini perusahaan keluarga ini dipegang oleh generasi ke tiga, bahkan beberapa generasi ke empat sudah mulai dilibatkan. Perjalanan melalui dan seiring dengan sejarah, merupakan bukti yang tidak dapat dibantah bahwa usaha ini mampu mematahkan mitos yang berkembang dalam masyarakat tentang perusahaan keluarga. Tjokrosuharto merupakan perusahaan yang cukup sukses dalam mengarungi arus waktu dan jaman, sejak pendirian yang masih dalam masa penjajahan Belanda, jaman Jepang dan masa masa pergolakan kemerdekaan Indonesia sampai masa kini.
Suyadi 6 Juni 1906 – 28 Apr 1965 + Masimah 1 Mei 1911 – 13 Jul 1986
Kesuksesan perusahaan keluarga ini bukan hanya semata-mata berkat usaha dan upaya dari dalam keluarga, melainkan mendapatkan dukungan dari para tenaga pengrajin dan terutama dari kesetiaan dan kepercayaan para konsumen. Betapa solid dan kerasnya upaya anggota keluarga dalam menjalankan perusahaan tidak akan mampu bertahan sekian lama tanpa dukungan dari pekerja di luar anggota keluarga dan para pemasok. Bahkan keterikatan dengan para tenaga kerja pengrajin telah terjalin lintas generasi, dalam arti ikatan dan kerjasama telah berjalan puluhan tahun dan diteruskan oleh generasi berikutnya atas dasar saling menguntungkan. Demikian juga kepercayaan para konsumen adalah asset utama dari usaha ini, terbukti dengan tetap terpeliharan jalinan hubungan yang telah lama terbentuk. Keterikatan konsumen dalam kebutuhan akan barang perlengkapan tradisional diimbangi dengan persediaan yang lengkap.
Sebagaimana kebiasaan orang Jawa yang memasuki jenjang perkawinan, pasangan - Suyadi dan Masimah - diberi nama tua Tjokrosuharto oleh keluarga besar mereka. Pasangan ini berasal dari latar belakang yang sedikit berbeda, suami berasal dari Kotagede dengan keahlian dalam bidang seni perak, sedangkan si istri asli Panembahan berlatar belakang keturunan abdi dalem yang menguasai seni batik. Perkawinan ini tidak hanya menyatukan keduanya tetapi juga membentuk usaha bersama tanpa menghilangkan kemampuan masing masing. Berawal dengan modal usaha berupa rumah di tengah kampung pemberian orang tua, mereka membuat kerajinan perak dan batik serta berusaha menarik konsumen untuk datang dan berbelanja.
Pakaryan perak dan batik Tjokrosuharto (Arts and Craft Tjokrosuharto) Panembahan 58 didirikan sejak tahun awal 1930an. Nama diri dipakai sebagai nama usaha merupakan kelaziman pada masa itu dan alamat yang tanpa penyebutan jalan menunjukkan bahwa mereka berawal dari rumah ditengah kampung tetap dipertahankan sampai sekarang. Tepat pendirian usaha pertama kali kemudian berkembang sejalan dengan penambahan modal dan ketrampilan serta kreatifitas yang dimiliki oleh pasangan ini. Pembukaan Jalan Panembahan Mangkurat diresmikan pada tahun 1941, yang merupakan perluasan dari jalan kampung, berpengaruh pada perkembangan usaha ini, karena tempat usaha ini kemudian dapat dijangkau dari dua arah, Utara dan Barat.
Dekade 1940an merupakan masa yang sangat sulit bagi seluruh bangsa, karena kekuasaan Jepang yang represif dan disusul dengan masa pergolakan penegakan kemerdekaan Indonesia sampai terjadinya pengakuan keberadaan Republik Indonesia oleh Belanda. Namun masa tersebut dapat dilalui berkat kegotong royongan bangsa Indonesia yang baru lahir, sedangkan bagi Tjokrosuharto kerjasama dengan pekerja dan pemasok serta kepercayaan dari konsumen adalah faktor terpenting bagi kelangsungan usaha. Sikap hati hati dan selalu menjaga kesimbangan ternyata mampu membawa keberhasilan meskipun tidak selamanya bisa dijalani secara mulus. Hal tersebut terjadi menjelang Peristiwa Serangan Oemoem 1 Maret, dengan digunakannya Toko Tjokrosuharto sebagai tempat menjebak dan menculik kaki tangan Belanda oleh para pemuda gerilya, sehingga mengakibatkan Bapak Tjokrosuharto ditahan Belanda di Semarang sampai beberapa bulan. Selama dalam tahanan, informasi yang diinginkan tentara Belanda tentang gerilyawan yang menculik tetap tertutup meskipun mendapatkan tekanan fisik, yang kemudian sangat mempengaruhi kesehatan Bapak Tjokrosuharto pada masa masa selanjutnya.
Hal itu dilakukan untuk menjaga kelangsungan usaha terus dijalankan oleh istri dan putra-putrinya, untuk melayani para tamu yang mencari souvenir dan kerajinan, karena di samping sebagai sumber mata pencaharian, sebagian besar keuntungan disalurkan untuk dana para gerilyawan. Keseimbangan semacam ini yang dijalankan dan ditanamkam kepada keluarga sebagai bentuk tanggung jawab sosial. Meskipun secara resmi tidak ada pengakuan dari pemerintah atas apa yang dilakukan pada masa perang kemerdekaan tersebut, namun dalam perjalanan waktu, keberadaan dan peranan Tjokrosuharto tetap mendapatkan perhatian dari penguasa dan masyarakat. Hal itu tercermin dalam berbagai bentuk, antara lain selalu dibawanya tamu tamu negara yang berkunjung ke Yogyakarta untuk berbelanja souvenir ke Tjokrosuharto.
Sedangkan jika tamu negara tidak mempunyai cukup waktu maka Tjokrosuharto dipanggil untuk menggelar dagangannya di Gedung Agung berserta beberapa pengusaha lainnya. Kondisi semacam itu berlangsung terus dalam beberapa dekade, meskipun kemudian mengalami beberapa perubahan sesuai dengan perkembangan jaman dan pertumbuhan beberapa kompetitor lain.
Pada tahun 1954 lahan usaha dikembangkan menjadi seperti kondisi sekarang ini. Dengan demikian alamat perusahaan tetap dipertahankan seperti pada awalnya, yaitu Panembahan 58. Perkembangan usaha tersebut ditopang dengan keuntungan yang diperoleh dari pesanan Bung Karno dan para tamu-tamu negara berupa peralatan minum dari perak sewaktu memerlukannya untuk souvenir dalam setiap kunjungan ke luar negeri.